LAPORAN
PRAKTIKUM
PEMERIKSAAN JUMLAH KUMAN PADA ALAT MAKAN (PIRING) DI
KANTIN UNIVERSITAS
HASANUDDIN
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Makanan adalah
sumber energi satu-satunya bagi manusia. Karena jumlah penduduk yang terus
berkembang, maka jumlah produksi makananpun harus terus bertambah melebihi
jumlah penduduk ini, apabila kecukupan pangan harus tercapai. Permasalahan yang
timbul dapat diakibatkan kualitas dan kuantitas bahan pangan. Hal ini tidak
boleh terjadi atau tidak dikehendaki karena orang makan itu sebetulnya
bermaksud mendapatkan energi tetap dapat bertahan hidup, dan tidak untuk
menjadi sakit karenanya. Dengan demikian sanitasi makanan menjadi sangat
penting (Slamet, 2009).
Sanitasi makanan
adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar
tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian,
tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan, antara lain menjamin keamanan
dan kebersihan makanan, mencegah penularan wabah penyakit, mencegah beredarnya
produk makanan yang merugikan masyarakat, dan mengurangi tingkat kerusakan atau
pembususkan pada makanan.
Upaya pengamanan makanan dan
minuman pada dasarnya meliputi orang yang menangani makanan, tempat
penyelenggaraan makanan, peralatan pengolahan makan dan proses pengolahannya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan makanan, antara lain
adalah higiene perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang tidak sehat
dan perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih (Chandra, 2006).
Dalam
mendapatkan makanan dan minuman yang
memenuhi syarat kesehatan, maka
perlu diadakan pengawasan terhadap
higiene dan sanitasi makanan dan minuman
utamanya adalah usaha diperuntukkan untuk umum seperti restoran, rumah makan,
ataupun pedagang kaki lima mengingat bahwa makanan
dan minuman merupakan
media yang potensial dalam penyebaran penyakit (Depkes,
2004).
Kontaminasi
makanan dapat terjadi setiap saat, salah
satunya dari peralatan makanan yang digunakan tidak memenuhi syarat kesehatan. Di
Indonesia peraturan telah dibuat dalam bentuk Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011,
bahwa untuk persyaratan peralatan makanan tidak boleh bakteri lebih dari 0
koloni/cm2.
Peranan
peralatan makanan dalam pedagang makanan merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari prinsip-prinsip penyehatan makanan (Food
hygiene). Setiap peralatan makan (piring, gelas, sendok) harus selalu
dijaga kebersihannya setiap saat digunakan. Alat makan (piring, gelas, sendok)
yang kelihatan bersih belum merupakan jaminan telah memenuhi persyaratan
kesehatan, karena didalam alat
makan (piring, gelas, sendok) tersebut tercemar bakteri E.coli yang menyebabkan alat makan (piring, gelas, sendok) tersebut
tidak memenuhi kesehatan. Untuk itu pencucian peralatan sangat penting
diketahui secara mendasar, dengan pencucian secara baik akan menghasilkan
peralatan yang bersih dan sehat pula. Dengan menjaga kebersihan peralatan makan
(piring, gelas, sendok), berarti telah membantu mencegah pencemaran atau kontaminasi
makanan yang dikonsumsi (Djajadinigrat, 1989 dalam Pohan, 2009).
Pada percobaan ini akan dilakukan pemeriksaan jumlah kuman pada peralatan
makanan dengan sampel piring
untuk mengetahui apakah paralatan makanan tersebut layak atau tidak digunakan
untuk makan.
B.
Tujuan
Percobaan
Tujuan dari
percobaan ini adalah untuk mengetahui jumlah kuman pada alat makan khususnya
pada piring di Kantin Fakultas Kedokteran Gigi Unhas.
C.
Prinsip
Percobaan
1.
Tangan dan meja tempat praktikum harus
dalam keadaan steril.
2.
Alat dan bahan harus dalam keadaan
steril.
3. Tabung reaksi diplambir sebelum dan sesudah dimasukkan sampel untuk
menjaga agar tabung tetap steril.
4.
Pipet ukur harus selalu dibersihkan
dengan menggunakan akuades sebelum digunakan.
5.
Pipet ukur harus diplambir sebelum dan
sesudah digunakan.
6.
Sampel dihomogenkan dengan menggunakan vortex mixer.
7.
Diperlukan ketelitian dalam melakukan
percobaan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Tinjauan
Umum Tentang Peralatan Makanan
Peranan
peralatan makan dan masak dalam higiene
sanitasi makanan sangat penting karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari prinsip-prinsip hygiene sanitasi
makanan. Peralatan makan dan masak perlu juga dijaga kebersihannya setiap saat
dipergunakan. Untuk itu peranan pembersihan atau pencucian peralatan perlu
diketahui secara mandasar. Dengan membersihkan peralatan secara baik, akan
mengahsilkan alat pengolahan makanan yang bersih dan sehat. Peralatan makan
meliputi piring, gelas, mangkuk, cangkir, sendok, pisau, dan garpu. Peralatan dapat
berupa peralatan kaca, logam atau tembikar. Peralatan masak meliputi kuali,
dandang, serokan, pisau, talenan, oven dan sebagainya (Depkes, 2004).
Perlindungan
peralatan makan dimulai dari keadaan
bahan. Bahan yang baik adalah bila tidak larut dalam makanan, mudah dicuci dan
aman digunakan. Peralatan utuh, aman dan
kuat, peralatan yang sudah retak, atau pecah selain dapat menimbulkan
kecelakaan (melukai tangan) juga menjadi sumber pengumpulan kotoran karena
tidak akan dapat tercuci sempurna. Demikian pula bila berukir hiasan, hiasan
merk atau cat pada permukaan tempat makanan tidak boleh digunakan. Adapun
persyaratan peralatan makanan, yaitu (Pohan, 2009) :
1. Peralatan
yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan zat beracun yang
melebihi ambang batas sehingga membahayakan kesehatan.
2. Peralatan
tidak rusak, retak dan tidak menimbulkan
pencemaran terhadap makanan.
3.
Permukaan yang kontak langsung dengan makanan harus tidak ada sudut
mati, rata halus dan mudah dibersihkan.
4. Peralatan
harus dalan keadaan bersih sebelum digunakan.
5. Peralatan
yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak boleh mengandung
angka kuman yang melebihi ambang batas, dan tidak boleh mengandung E.coli.
6.
Cara pencucian peralatan harus
memenuhi ketentuan :
a. Pencucian
peralatan harus menggunakan sabun atau deterjen air dingin, air panas, sampai
bersih.
b. Dibebas
hamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm, air panas 800o C selama 2 menit.
7. Peralatan
yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering
sendiri dengan bantuan sinar matahari atau buatan dan tidak boleh dilap dengan kain.
8. Semua
peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam keadaan kering dan
bersih, ruang penyimpanan peralatan
tidak lembab, terlindung dari sumber pengotoran / kontaminasi dan binatang perusak.
Menurut Depkes 2004, Peralatan makan yang kita
gunakan harus bersih, agar kita terhindar dari kemungkinan penularan penyakit.
oleh karena itu perlu dilakukan uji sanitasi alat makan. Cara sederhana untuk
memastikan alat makan kita bersih atau tidak, bisa dilakukan dengan uji
kebersihan alat sebagai berikut. Menguji kebersihan secara fisik dapat
dilakukan dengan cara :
1. Menaburkan
tepung pada piring yang sudah dicuci dalam keadaan kering. Bila tepungnya
lengket pertanda pencucian belum bersih.
2. Menaburkan
garam pada piring yang kering, pertanda pencucian belum bersih.
3. Penetesan
air pada piring yang kering. Bila air jatuh pada piring ternyata menumpuk/atau
tidak pecah pertanda pencucian belum bersih.
4. Penetesan
dengan alkohol, jika terjadi endapan pertanda pencucian belum bersih.
5. Penciuman
aroma, bila tercium bau amis pertanda pencucian belum bersih.
6. Penyiraman.
Bila peralatan kelihatannya kusam/tidak cemerlang berarti pencucian belum
bersih.
Menguji
kebersihan secara bakteriologi dilakukan dengan cara
1. Pengambilan
usapan kapas steril (swab) pada
peralatan yang disimpan. Nilai kebersihan dihitung dengan angka sebagai
berikut:
a. Angka
kuman sebanyak-banyaknya 100/cm dari permukaan alat yang diperiksa
b. Angka
kuman E Coli harus 0/cm2
2. Pengambilan
usapan kapas steril pada peralatan dilakukan segera setelah pencucian. Hal ini
untuk menguji proses pencucian karena semakin lama akan semakin banyak terjadi
pencemaran bakteri yang berasal dari udara dan akan memberikan penyimpangan
lebih tinggi dari keadaan yang sebenarnya.
Berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/SK/VI/2011
tentang hygiene sanitasi jasa boga, persyaratan tempat pencucian peralatan dan bahan
makanan sebagai berikut :
1.
Tersedia tempat pencucian
peralatan, jika memungkinkan
terpisah dari tempat pencucian
bahan pangan.
2. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan
pembersih/deterjen.
3. Pencucian bahan makanan yang
tidak dimasak atau dimakan mentah harus dicuci dengan menggunakan larutan
Kalium Permanganat (KMnO4)
dengan konsentrasi 0,02% selama
2 menit atau larutan
kaporit dengan konsentrasi 70% selama
2 menit atau dicelupkan
ke dalam air mendidih
(suhu 80° C -100° C) selama 1 – 5
detik.
4. Peralatan
dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung
dari pencemaran serangga, tikus dan hewan lainnya.
B.
Tinjauan
Umum Tentang Bakteri Pada Alat Makanan.
Dalam
dunia mikrobiologi, dikenal beberapa istilah seperti inokulasi, kultur dan
isolasi. Inokulasi adalah suatu usaha menumbuhkan mikroorganisme dari satu
sumber ke media pertumbuhan steril. Biakan yang tumbuh disebut dengan kultur.
Isolat adalah biakan murni dari mikroorgansime yang diharapkan berasal dari
satu jenis, sedangkan isolasi adalah usaha untuk mendapatkan isolat. Tahapan sederhana dalam
mengidentifikasi bakteri, yaitu:
1.
Menumbuhkan mikroorganisme dalam media sintetik cawan
petri.
2.
Koloni yang tumbuh pada tahap 1 merupakan koloni
campuran, sehingga perlu tahap lanjut.
3. Koloni yang benar-benar terpisah dari suatu kultur
campuran dikarakterisasi tipe pertumbuhan (karakterisasi makroskopis) kemudian
diisolasi murni pada media miring (slant agar) dalam tabung reaksi.
4.
Identifikasi dilanjutkan hingga tingkat mikroskopis
berdasarkan sifat-sifat tertentu yang tercantum dalam Bergey`s Manual of Determinative Bacteriology.
Dalam
mengembangbiakkan mikroorganisme, khususnya bakteri, alat-alat yang digunakan
harus steril. Sterilisasi dilakukan dengan memanaskan seluruh alat, seperti
cawan petri, ose, tabung reaksi, dll di dalam autoclave. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121oC,
tekanan 1 atm dan dilakukan selama 15 menit. Ini dilakukan gar sel-sel
vegetatif bakteri mati, sehingga dapat menurunkan resiko kontaminasi.
Sterilisasi juga menjadi syarat utama untuk bekerja di laboratorium (Dwidjoseputro,
2005).
Beberapa bakteri koloni
yang terdapat pada makanan yang dapat menyebabkan penyakit, yaitu (SNI 7388: 2009):
1.
Vibrio Parahemolitik
Vibrio parahemolicus adalah bakteri halofilik yang merupakan bakteri bentuk
batang bengkok, garam negatif dan bergerak karena ada flagel pada satu
kutubnya. Bakteri ini tidak membentuk spora, bersifat aerob atau fakultatif
anaerob tidak dijumpai pada enterotiksin. Bakteri ini menetap di lingkungan lautan yang tenang dan
dikenal menyebabkan gastroerileritis yang berhubungan dengan
makanan.
2.
Staphylococcus
Keracunan staphylococcus
merupakan gejala intoksikasi yang paling banyak dilaporkan di Amerika Serikat, dimana setiap
tahunnya meliputi 20 % sampai 50 % dari seluruh keracunan yang disebabkan oleh
makanan. Gejala keracunan ini disebabkan oleh tertelannya suatu toksin yang
disebut enterotoksin yang mungkin
terdapat di dalam makanan dan diproduksi oleh spesies dan strain tertentu dari
bakteri staphylococcus. Toksin ini disebut enterotoksin karena dapat
menyebabkan gastroentritis atau
inflamasi pada saluran usus.
3.
Salmonella
Salmonella terdapat pada makanan
dalam jumlah tinggi, tetapi tidak selalu menimbulkan perubahan dalam hal warna,
bau, maupun rasa dari makanan tersebut. Semakin tinggi jumlah salmonella dalam makanan, semakin besar
timbulnya gejala infeksi pada orang yang memakan makanan tersebut dan semakin
cepat waku inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi.
Makanan yang sering terkontaminasi oleh salmonella yaitu telur dan hasil
olahannya, ikan dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi serta susu dan
hasil olahannya, es krim dan keju. Gejala awal nyeri kepala, muntah, gangguan
pada perut waktu baung air besar, suhu tubuh tinggi disertai batuk kering.
4.
E. Coli Pathogen
E. Coli merupakan bakteri berbentuk batang pendek (kokobasil).
Gram negative, ukuran 0,4 µm – 0,7 µm x 1,4 µm, dan beberapa strain mempunyai
kapsul. Terdapat strain E. Coli yang patogen dan non patogen. E. Coli patogen banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora
normal dan berperan dalam pencernaan pangan dengan menghasilkan vitamin K dari
bahan yang belum dicerna dalam usus besar.
5.
Clostridium Perfringes
Clostridium
pefringens adalah bakteri
patogen invasif berbentuk batang, nonmotil, bersifat gram positif dan anaerob,
serta mempunyai spora yang relatif stabil terhadap suhu panas. Sel vegetatifnya
dapat rusak pada suhu 600C. Sel sebanyak 105 koloni/g
memungkinkan terjadinya keracunan makanan. Ciri umum dari keracunan Clostridium pefringens adalah gejala
kejang perut dan diare.
C.
Tinjauan
Umum Tentang Metode Swab
Metode swab merupakan metode pengujian sanitasi
yang dapat digunakan pada permukaan yang rata, bergelombang, atau permukaan
yang sulit dijangkau seperti retakan, sudut dan celah. Swab tersusun dari tangkai atau gagang (panjang 12-15 cm) dengan
kepala swab terbuat dari kapas
(diameter 0,5 cm dan 2 cm). Pengambilan sampel pada permukaan dilakukan dengan
cara mengusap permukaan alat yang akan di uji. Penggunaan metode swab ini biasanya digunakan untuk
mengetahui jumlah mikroorganisme (per cm2) dan jumlah koliform (per
cm2) pada permukaan yang kontak dengan pangan (harrigan, 1998 dalam
Lukman & Soejoedono, 2009).
Peralatan makan yang kita gunakan harus bersih, agar
kita terhindar dari kemungkinan penularan penyakit. oleh karena itu perlu
dilakukan uji sanitasi alat makan. Uji sanitasi alat makan lazimnya menggunakan
uji ALT (Angka Lempeng Total) untuk mengetahui jumlah kuman yang ada di alat
makan tersebut.
Uji Angka Lempeng Total (ALT)
merupakan metode kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba
pada suatu sampel. Angka Lempeng Total (ALT) menunjukkan
jumlah mikroba dalam suatu produk. ALT secara umum tidak terkait dengan bahaya
keamanan makanan, namun bermanfaat untuk menunjukkan kualitas, masa simpan,
kontaminasi, dan status higiene/sanitasi selama proses produksi. Media plating (sumber energi) yang digunakan
dalam pengujian ALT dapat mempengaruhi jumlah dan jenis bakteri yang diisolasi
karena perbedaan persyaratan nutrisi dan garam pada tiap mikroba (SNI
7388:2009).
Cara
perhitungan koloni pada metode cawan ini adalah dengan menggunakan Standard Plate Count (SPC) atau Angka
Lempeng Total (ALT), caranya adalah sebagai berikut (Ericka, 2011).
- Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yaitu angka pertama (satuan) dan angka kedua (desimal). Jika angka yang ketiga sama dengan atau lebih besar dari lima, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua.
- Jika pada semua pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni mikroba pada cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Oleh karena itu jumlah kuman pada pengenceran yang terendah yang diukur/dihitung. Selanjutnya hasil yang kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
- Jika pada semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada medium, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Oleh karena itu jumlah kuman pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan kemudian dikalikan dengan faktor pengencernya, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
- Jika digunakan dua cawan petri per pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu. Oleh karena itu harus dipilih tingkat pengenceran yang menghasilkan kuman diantara 30-300.
Adapun
rumus perhitungan ALT adalah sebagai berikut :
Jumlah kuman =
|
Luas Penampang
=
|
= . . . . . . koloni/gram
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
A.
Alat
dan bahan
1.
Alat
a. Plastik
steril 2
buah
b. Inkubator 1 unit
c. Tabung
reaksi 4 buah
d. Rak
tabung reaksi 1 buah
e. Cawan
Petri 2
buah
f. Pembakar
Bunsen 1
buah
g. Korek
Api 1 buah
h. Pipet
ukur 1 buah
i.
Bulp 1 buah
j.
Penggaris 1 buah
k. Colony counter 1 unit
l.
Labu
erlenmeyer 1 buah
m. Vortex mixer 1
unit
n. Gelas
ukur 1
buah
o. Gelas
Beker 1
buah
p. Gunting 1
buah
q. Autoclave 1
unit
2. Bahan
a. Sampel
alat makan (Piring) 1
buah
b. Larutan
pepton 90
ml
c. NaCl
steril 9 ml/tabung
d. Nutrient agar secukupnya
e. Lidi
kapas steril 1 buah
f. Alkohol secukupnya
g. Akuades secukupnya
h. Buffer
(Putih telur) secukupnya
i.
Tisu secukupnya
j.
Kertas Label secukupnya
k. Kapas Secukupnya
B.
Waktu
Dan Tempat Pengambilan Sampel
Waktu : Rabu 20 maret 2013
pukul 10.00 WITA
Tempat : Kantin Fakultas
Kedokteran Gigi Unhas
C.
Prosedur
Kerja
1. Pengambilan
Sampel
a. Persiapkan
sarung tangan yang steril untuk memulai mengambil sampel
b. Alat
makan/masak yang akan diperiksa masing-masing diambil 4-5 buah tiap jenis yang
diambil secara acak dari tempat penyimpanan.
c. Persiapkan
catatan formulir pemeriksaan dengan membagi alat makan /masak dalam
kelompok-kelompok.
d. Persiapkan
lidi kapas steril, kemudian buka tutup botol dan masukkan lidi kapas steril ke
dalamnya.
e. Lidi
kapas steril dalam botol ditekan ke dinding botol untuk membuang airnya,
kemudian diangkat dan di usapkan pada setiap alat-alat yang diusapkan sampai
satu kelompok selesai diusap.
2. Pembuatan
Kontrol
a.
Disiapkan 1 buah cawan petri dan diberi
label (kontrol).
b.
NaCl steril dipipet sebanyak 1 ml
kedalam cawan petri dan di tambahkan nutrient
agar. Kemudian di homogenkan dengan membentuk angka 8 di atas meja sebanyak
12 kali.
c.
Cawan petri (kontrol) yang telah
dihomogenkan di diamkan sampai membeku.
d. Setelah
membeku, kontrol dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 34o C
dengan posisi terbalik selama 1 x 24 jam.
3. Pemeriksaan
Sampel
f. Tangan dan meja tempat praktikum disterilkan dengan menggunakan
alkohol.
g. Disiapkan
4 buah tabung reaksi yang berisi NaCl steril masing-masing sebanyak 9 ml.
Kemudian tabung reaksi yang berisi NaCl steril diberi label 10-1, 10-2,
10-3, 10-4.
h. Disiapkan
2 cawan petri untuk media pertumbuhan bakteri. Diberi label 10-3 dan 10-4.
i.
Disiapkan
1 pipet ukur steril yang telah dipasangkan bulp.
j.
Disiapkan larutan pepton sebanyak 90 ml
pada gelas beker.
k. Disiapkan
plastik steril sebagai penampang, diukur menggunakan penggaris dengan ukuran 5
x 10 cm.
l.
Bagian tengah plastik steril yang telah
diukur, kemudian digunting dan diletakkan pada permukaan piring.
m. Bagian
permukaan piring dengan luas penampang 5 x 10 cm, diusap menggunakan lidi kapas
yang telah dilumuri dengan buffer (putih telur).
n. Lidi
kapas dimasukkan ke dalam gelas beker yang berisi larutan pepton. Kemudian lidi
kapas dipatahkan agar tidak melebihi tinggi gelas beker dan ditutup dengan
kapas. Setelah itu, didiamkan selama 15 menit.
o. Setelah
15 menit, penutup kapas pada gelas beker yang berisi lidi kapas
p. dan
larutan pepton di buka.
q. Dimasukkan 1 ml larutan pepton yang berisi lidi
kapas kedalam tabung pengenceran pertama
(10-1) dengan menggunakan pipet ukur, lalu dihomogenkan dengan vortex mixer selama ± 1 menit.
r.
Dari
tabung pengenceran pertama (10-1), diambil 1 ml sampel dan
dimasukkan kedalam tabung pengenceran kedua (10-2), lalu
dihomogenkan dengan vortex mixer
selama ± 1 menit.
s. Dari tabung pengenceran kedua (10-2), diambil
lagi sebanyak 1 ml sampel dan dimasukkan kedalam tabung pengencer ketiga (10-3),
lalu dihomogenkan dengan vortex mixer selama ± 1 menit.
t.
Diambil
sebanyak 1 ml sampel dari tabung pengenceran ketiga (10-3) dan
dimasukkan kedalam tabung pengenceran terakhir (10-4), lalu
dihomogenkan dengan vortex mixer
selama ± 1 menit.
u. Dimasukkan 1 ml sampel dari tabung pengenceran ketiga (10-3)
dan keempat (10-4) berturut-turut kedalam cawan petri yang berlabel
10-3 dan 10-4 , lalu dituangkan nutrient agar secukupnya, kemudian masing-masing sampel
dihomogenkan dengan membentuk angka 8 sebanyak 12 kali. Sampel didiamkan hingga
membeku selama ± 10 menit.
v. Kedua cawan petri (10-3 dan 10-4)
yang telah membeku, dimasukkan kedalam inkubator selama 1 x 24 jam pada suhu
34˚C.
w. Setelah
1 x 24 jam, cawan petri dikeluarkan dari dalam inkubator. Bakteri yang tampak
pada cawan petri kemudian dihitung dengan menggunakan colony counter.
4. Penghitungan jumlah bakteri
Setelah
sampel diinkubasi selama 24 jam pada suhu 34°C, sampel dikeluarkan dari
inkubator. Kemudian dihitung jumlah koloni bakeri (berupa bercak atau titik-titik bulat berwarna putih) yang
terdapat dalam cawan petri dengan alat colony
counter. Untuk jumlah kuman masukkan kedalam rumus :
(10-3 – kontrol) x 1.000 + (10-4
– kontrol) x 10.000
Jumlah
Kuman =
luas penampang
= . . . . . . koloni/cm2.
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan
pemeriksaan jumlah kuman
pada alat makan (piring) di kantin Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin yang telah dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin, terlihat bahwa
pada setiap cawan tersebut terdapat koloni bakteri dengan jumlah koloni pada
cawan petri control sebanyak 12 koloni, cawan petri pengenceran 10-3 sebanyak 23 koloni dan pada cawan petri
pengenceran 10-4 sebanyak 19 koloni. Adapun jumlah koloni bakteri
berdasarkan luas penampang alat makan (piring) atau setiap 1 cm2
alat makan adalah sebagai berikut :
(10-3 – kontrol) x 1.000 + (10-4
– kontrol) x 10.000
Jumlah Koloni =
luas
penampang
(23 – 12) x 1.000 + (19 - 12) x 10.000
=
5 x 10
11.000 + 70.000
=
50
81.000
= =
1.620 koloni/cm2
50
Jadi, jumlah kuman per setiap 1 cm2 permukaan
adalah 1.620 koloni.
B. Pembahasan
Pemeriksaan kuman pada alat makanan
dengan sampel berupa piring dengan menggunakan metode percobaan yaitu metode swab dilakukan dengan cara di usap
dengan menggunakan lidi kapas steril yang telah dilumuri buffer (putih telur) dengan tujuan
untuk membasahi lidi kapas sehingga, mikroorganisme bisa melekat pada lidi
kapas steril tersebut.
Alat makan (piring)
yang akan diusap, terlebih dahulu diukur
luas penampangnya menggunakan plastik steril dengan luas 5 x 10 cm2.
Penentuan ukuran luas penampang karena permukaan piring terlalu luas untuk
diusap secara keseluruhan. Selanjutnya lidi kapas yang telah diusap sebanyak 3
kali pada permukaan alat makan (piring), dimasukkan kedalam gelas beker yang berisi 90 ml larutan pepton yang
berguna agar mikroba cepat tumbuh, karena mengandung banyak N2. Larutan pepton juga
berfungsi untuk mempertahankan nilai pH tertentu agar tidak banyak berubah
selama reaksi kimia berlangsung. Lidi kapas steril didiamkan selama 15 menit dalam larutan pepton,
sehingga memungkinkan mikroorganisme pada sampel tersebar merata dalam larutan
pepton.
Pada percobaan ini, dilakukan
pengenceran sampai 4 (empat) kali yaitu
pengenceran 10-1 sampai 10-4,
yaitu suatu sampel dari suatu suspensi yang berupa campuran
diencerkan dalam suatu tabung tersendiri secara berkelanjutan dari suatu tabung
ke tabung lain sampai pada pengenceran keempat. Dengan
tujuan untuk menurunkan jumlah bakteri sehingga pada pengenceran terakhir akan
didapatkan jumlah koloni yang lebih sedikit dan mudah diketahui jumlahnya (Sudarsono, 2008).
Pemeriksaan kuman hanya pada
pengenceran ketiga (10-3) dan keempat (10-4). Metode
ini umumnya dilakukan pada mikroba yang dapat membentuk koloni yang mudah
terpisah pada media padat seperti kebanyakan bakteri, khamir, jamur, dan alga
uniseluler (Hadioetomo, 1985 dalam Sudarsono, 2008).
Berdasarkan
hasil pengamatan didapatkan hasil pada pengenceran ketiga (10-3) dan
keempat (10-4) berturut-turut adalah 23 koloni/cm2 dan 19
koloni/cm2. Hasil yang berbeda pada kedua media cawan dengan
pengenceran, maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pengenceran
yang dilakukan, semakin sedikit mikroba yang tumbuh dalam media. Untuk medium
kontrol yang berfungsi untuk mengetahui kondisi awal lingkungan pemeriksaan
dengan memasukkan 1 ml NaCl ke dalam cawan petri dan dituangkan nutrient agar, lalu dihomogenkan dengan
membentuk angka 8 sebanyak 12 kali pada medium datar.
Dari hasil perhitungan untuk
kontrol didapatkan 12 koloni/cm2.
Hal ini menandakan bahwa kondisi awal lingkungan mengandung mikroba
sebanyak 12 koloni/cm2 permukaan. Meskipun pada dasarnya, hasil
pemeriksaan untuk kontrol idealnya 0 (nol) koloni/cm2, akan tetapi
nilai ini boleh jadi karena ada kontaminasi dari praktikan ataupun lingkungan
dilakukannya pemeriksaan, termasuk alat yang digunakan pada saat praktikum.
Dengan catatan bahwa nilai dari kontrol harus lebih kecil dari nilai pada
pemeriksaan media biakan mikroba.
Dilakukan pula beberapa perlakuan, seperti plambir
sebelum dan setelah alat digunakan ataupun selalu dekat dengan pembakar bunsen
pada saat bekerja dengan tujuan menghindari kontaminasi bakteri, selain dari
bakteri yang dibiakkan. Kemudian larutan dihomogenkan dengan vortex mixer agar pada larutan tercampur
dengan rata. Setelah dilakukan pengenceran, diambil 1 ml sampel pada
pengenceran 10-3 dan 10-4 , lalu dituangkan pada
cawan petri (10-3 dan 10-4)
kemudian dituangkan nutrient agar keseluruh
permukaan cawan, nutrient agar berguna untuk
memudahkan dalam menghitung jumlah koloni yang terbentuk.
Pertumbuhan
bakteri pada medium agar pada umumnya berbentuk koloni, berupa lender berwarna
putih dan mengkilap. Setelah membeku,
cawan petri selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator selama 1 x 24 jam dengan
keadaan terbalik. Waktu ini adalah masa yang
dibutuhkan bagi sel untuk membelah diri yang dikenal sebagai waktu generasi.
Suhu yang digunakan selama inkubasi yaitu 34˚ C dan bakteri yang dapat
tumbuh pada suhu ini adalah bakteri jenis mesofil
dengan suhu minimum 10-20˚ C, optimum 20-40˚ C, dan maksimum 40-45˚ C.
Dalam menghitung jumlah koloni, digunakan alat colony counter yang memudahkan perhitungan koloni bakteri yang
sulit diamati dengan penglihatan langsung.
Hasil perhitungan dengan metode Angka Lempeng Total (ALT),
diperoleh jumlah kuman pada alat makan (piring) kantin Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin sebanyak 1.620 koloni/cm2. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, bahwa alat makan (piring) tidak boleh mengandung bakteri lebih dari 0 koloni/cm2. Maka dapat dilihat bahwa sampel
alat makan (piring) yang diteliti dapat
dikatakan tidak sehat dan
tidak layak untuk
digunakan oleh masyarakat.
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan keberadaan kuman (bakteri)
pada alat makan (piring) di kantin Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin,
yaitu pedagang tidak melakukan
proses pencucian dengan baik, seperti tidak tidak menggunakan bak pembilas unuk
mencuci peralatan makan.
Menurut
Anwar, 1990 dalam Pohan, 2009. Dalam buku studi sanitasi makanan dan minuman,
bahwa keberadaan bak pembilas adalah sangat penting dalam proses pencucian
peralatan makan. Adapun fungsi dari bak tersebut diantaranya adalah pertama
harus terdapat bak yang berisi air hangat dan sabun/detergen, kedua harus ada
terdapat bak pembilas yang berisi air
panas (700 – 760o C), ketiga
harus terdapat bak pembilas yang berfungsi sebagai desinfektan.
Kemungkinan
juga penjamah kurang baik didalam proses pencucian peralatan yang langsung
dibawah kran. Hal ini dikarenakan kebiasaan pedagang makanan menempatkan air
pada wadah penampungan ember. Menurut pohan, 2009. Air yang digunakan
berulang-ulang untuk proses pencucian peralatan makanan akan sangat mudah
terkontaminasi bakteri yang menempel pada peralatan yang akan dicuci. Kondisi
seperti ini tidak memenuhi syarat kesehatan higiene sanitasi jasaboga bahwa
peralatan hendaknya langsung dicuci dibawah kran dengan air yang mengalir unuk
menghindarkan adanya bakteri pada air yang digunakan tersebut.
Adapun
faktor lain yang menyebabkan keberadaan
kuman (bakteri) pada alat makan (piring) di kantin Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin, dapat pula dipengaruhi dari ketidaktelitian
praktikan pada saat melalukan percobaan, termasuk pelaksanaan praktikum yang
tidak sesuai prinsip kerja, dalam hal ini adalah kesalahan cara pengambilan
sampel serta banyak berbicara pada saat melakukan praktikum.
Akibat kontaminasi bakteri terhadap alat akan mempengaruhi
kesehatan meskipun pada dasarnya tidak berhubungan langsung dengan makanan akan
tetapi, persyaratan higiene dan sanitasi makanan salah satunya ditentukan oleh
peralatan makanan. Hasil identifikasi kontaminasi bakteri patogen
pada alat makanan dan minuman menunjukkan bahwa penyebab
kontaminasi didominasi oleh bakteri
Bacillus cereus.
Bakteri lain yang ditemukan
dalam jumlah terbatas adalah E.coli, Staphilococcus aureus
dan Jamur (Melatiwati, 2010).
Keterpaparan yang lebih jauh bisa akan menyebabkan terjadinya food and water borne disease. Oleh
beberapa jenis bakteri yang dapat menyebabkan diare dan keracunan, bahkan
sampai menyebabkan diare berdarah, yaitu Clostridium
pefringens (SNI 7388:2009).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
1620 koloni/cm2 pada alat makan (piring) di kantin Fakultas
Kedokteran Gigi Unhas.
Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, bahwa peralatan makanan tidak boleh mengandung
bakteri lebih dari 0 koloni/cm2. Hal ini berarti peralatan
makanan (piring) yang berada di kantin Fakultas Kedokteran Gigi Unhas tidak
memenuhi standar dan dapat dikatakan tidak sehat
dan tidak layak
untuk digunakan oleh masyarakat.
B.
Saran
1.
Bagi masyarakat, agar selektif dalam
memilih tempat makan, mengingat tidak diketahuinya mikroba yang terkandung
dalam alat pengolahan makanan tersebut. Bagi pedagang makanan, agar menjaga
kebersihan peralatan makanannya dalam menyajikan makanannya.
2.
Dilakukan penyuluhan kepada pedagang-pedagang makanan
dalam proses pencucian peralatan makan. Proses pencucian peralatan makan di anggap memenuhi
syarat sanitasi bila memiliki 3 (tiga) bak yaitu bak pertama
disebut bak pencuci (wash),
bak ke dua disebut bak pembilas (detergen),
bak ke tiga di sebut bak pembilas terahir dengan desinfektan
DAFTAR PUSTAKA
Chandra,
B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan.
Jakarta : EGC
Depkes
RI, 2004. Hygiene sanitasi makanan dan minuman. Jakarta : Ditjen PPM dan
PL.
Dwidjoseputro.
2005. Dasar-dasar mikrobiologi.
Jakarta : Djambatan.
Ericka, D. 2011. Metode hitungan cawan. [online].
http://erickbio.wordpress.com/2011/07/02/metode-hitungan-cawan/. [Diakses pada tanggal 17 Maret 2013].
Lukman & Soejoedono. 2009. Uji sanitasi
dengan metode RODAC. Penuntun praktikum hygiene pangan asal ternak. Bogor:
Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.
Melatiwati,
dkk. 2010. Survey kontaminasi bakteri
patogen pada makanan dan minuman yang dijual di sekitar gedung perkantoran di Jakarta.
Jakarta.
Menteri
Kesehatan RI. 2011. Permenkes nomor 1096
tahun 2011 tentang persyaratan hygiene sanitasi jasaboga. Jakarta : Menteri
Kesehatan RI
Pohan, 2009. Pemeriksaan Escherichia Coli Pada Usapan Peralatan Makan yang Digunakan Oleh Pedagang Makanan di Pasar Petisah Medan [online] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14698/1/09E02756.pdf [diakses 21 maret 2013].
Slamet, J. 2009. Kesehatan lingkungan. Yogyakarta : Gadjah mada university press.
Sudarsono, A. 2008. Isolasi dan karakterisasi
bakteri pada ikan laut dalam spesies ikan gindara (lepidocibium flavobronneum).
Skripsi. Teknologi Hasil Perikanan. Bogor.