Sabtu, 20 April 2013

laporan praktikum pemeriksaan alat makan

LAPORAN PRAKTIKUM
PEMERIKSAAN JUMLAH KUMAN PADA ALAT MAKAN (PIRING) DI KANTIN  UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB I


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Makanan adalah sumber energi satu-satunya bagi manusia. Karena jumlah penduduk yang terus berkembang, maka jumlah produksi makananpun harus terus bertambah melebihi jumlah penduduk ini, apabila kecukupan pangan harus tercapai. Permasalahan yang timbul dapat diakibatkan kualitas dan kuantitas bahan pangan. Hal ini tidak boleh terjadi atau tidak dikehendaki karena orang makan itu sebetulnya bermaksud mendapatkan energi tetap dapat bertahan hidup, dan tidak untuk menjadi sakit karenanya. Dengan demikian sanitasi makanan menjadi sangat penting (Slamet, 2009).

Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan, antara lain menjamin keamanan dan kebersihan makanan, mencegah penularan wabah penyakit, mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat, dan mengurangi tingkat kerusakan atau pembususkan pada makanan.
Upaya pengamanan makanan dan minuman pada dasarnya meliputi orang yang menangani makanan, tempat penyelenggaraan makanan, peralatan pengolahan makan dan proses pengolahannya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan makanan, antara lain adalah higiene perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang tidak sehat dan perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih (Chandra, 2006).
Dalam mendapatkan makanan dan minuman yang memenuhi syarat kesehatan, maka perlu diadakan pengawasan terhadap higiene dan sanitasi makanan dan minuman utamanya adalah usaha diperuntukkan untuk umum seperti restoran, rumah makan, ataupun pedagang kaki lima mengingat bahwa makanan dan minuman merupakan media yang potensial dalam penyebaran penyakit (Depkes, 2004).
Kontaminasi makanan dapat terjadi setiap saat,  salah satunya dari peralatan makanan yang digunakan tidak memenuhi syarat kesehatan. Di Indonesia peraturan telah dibuat dalam bentuk Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011, bahwa untuk persyaratan peralatan makanan tidak boleh bakteri lebih dari 0 koloni/cm2.
Peranan peralatan makanan dalam pedagang makanan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari prinsip-prinsip penyehatan makanan (Food hygiene). Setiap peralatan makan (piring, gelas, sendok) harus selalu dijaga kebersihannya setiap saat digunakan. Alat makan (piring, gelas, sendok) yang kelihatan bersih belum merupakan jaminan telah memenuhi persyaratan kesehatan, karena didalam alat makan (piring, gelas, sendok) tersebut tercemar bakteri E.coli yang menyebabkan alat makan (piring, gelas, sendok) tersebut tidak memenuhi kesehatan. Untuk itu pencucian peralatan sangat penting diketahui secara mendasar, dengan pencucian secara baik akan menghasilkan peralatan yang bersih dan sehat pula. Dengan menjaga kebersihan peralatan makan (piring, gelas, sendok), berarti telah membantu mencegah pencemaran atau kontaminasi makanan yang dikonsumsi (Djajadinigrat, 1989 dalam Pohan, 2009).
Pada percobaan ini akan dilakukan pemeriksaan jumlah kuman pada peralatan makanan dengan sampel piring untuk mengetahui apakah paralatan makanan tersebut layak atau tidak digunakan untuk makan.
B.    Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui jumlah kuman pada alat makan khususnya pada piring di Kantin Fakultas Kedokteran Gigi Unhas.
C.     Prinsip Percobaan


1.      Tangan dan meja tempat praktikum harus dalam keadaan steril.

2.      Alat dan bahan harus dalam keadaan steril.
3.     Tabung reaksi diplambir sebelum dan sesudah dimasukkan sampel untuk menjaga agar tabung tetap steril.
4.      Pipet ukur harus selalu dibersihkan dengan menggunakan akuades sebelum digunakan.
5.      Pipet ukur harus diplambir sebelum dan sesudah digunakan.
6.      Sampel dihomogenkan dengan menggunakan vortex mixer.
7.      Diperlukan ketelitian dalam melakukan percobaan.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Tinjauan Umum Tentang Peralatan Makanan
Peranan peralatan makan dan masak dalam higiene sanitasi makanan sangat penting karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip-prinsip hygiene sanitasi makanan. Peralatan makan dan masak perlu juga dijaga kebersihannya setiap saat dipergunakan. Untuk itu peranan pembersihan atau pencucian peralatan perlu diketahui secara mandasar. Dengan membersihkan peralatan secara baik, akan mengahsilkan alat pengolahan makanan yang bersih dan sehat. Peralatan makan meliputi piring, gelas, mangkuk, cangkir, sendok, pisau, dan garpu. Peralatan dapat berupa peralatan kaca, logam atau tembikar. Peralatan masak meliputi kuali, dandang, serokan, pisau, talenan, oven dan sebagainya (Depkes, 2004).
Perlindungan peralatan makan  dimulai dari keadaan bahan. Bahan yang baik adalah bila tidak larut dalam makanan, mudah dicuci dan aman digunakan. Peralatan utuh,  aman dan kuat, peralatan yang sudah retak, atau pecah selain dapat menimbulkan kecelakaan (melukai tangan) juga menjadi sumber pengumpulan kotoran karena tidak akan dapat tercuci sempurna. Demikian pula bila berukir hiasan, hiasan merk atau cat pada permukaan tempat makanan tidak boleh digunakan. Adapun persyaratan peralatan makanan, yaitu (Pohan, 2009) :
1.   Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan zat beracun yang melebihi ambang batas sehingga membahayakan kesehatan.
2.   Peralatan tidak  rusak, retak dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap makanan.
3.  Permukaan yang kontak langsung dengan makanan harus tidak ada sudut mati, rata halus dan mudah dibersihkan.
4.   Peralatan harus dalan keadaan bersih sebelum digunakan.
5.   Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak boleh mengandung angka kuman yang melebihi ambang batas, dan tidak boleh mengandung E.coli.
6.   Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan :
a.  Pencucian peralatan harus menggunakan sabun atau deterjen air dingin, air panas, sampai bersih.
b.  Dibebas hamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm, air panas  800o C selama 2 menit.
7.   Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau buatan  dan tidak boleh dilap dengan kain.
8.   Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam keadaan kering dan bersih,  ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dari sumber pengotoran /  kontaminasi dan binatang perusak.
Menurut Depkes 2004, Peralatan makan yang kita gunakan harus bersih, agar kita terhindar dari kemungkinan penularan penyakit. oleh karena itu perlu dilakukan uji sanitasi alat makan. Cara sederhana untuk memastikan alat makan kita bersih atau tidak, bisa dilakukan dengan uji kebersihan alat sebagai berikut. Menguji kebersihan secara fisik dapat dilakukan dengan cara :
1.      Menaburkan tepung pada piring yang sudah dicuci dalam keadaan kering. Bila tepungnya lengket pertanda pencucian belum bersih.
2.      Menaburkan garam pada piring yang kering, pertanda pencucian belum bersih.
3.      Penetesan air pada piring yang kering. Bila air jatuh pada piring ternyata menumpuk/atau tidak pecah pertanda pencucian belum bersih.
4.      Penetesan dengan alkohol, jika terjadi endapan pertanda pencucian belum bersih.
5.      Penciuman aroma, bila tercium bau amis pertanda pencucian belum bersih.
6.      Penyiraman. Bila peralatan kelihatannya kusam/tidak cemerlang berarti pencucian belum bersih.
Menguji kebersihan secara bakteriologi dilakukan dengan cara
1.      Pengambilan usapan kapas steril (swab) pada peralatan yang disimpan. Nilai kebersihan dihitung dengan angka sebagai berikut:
a.       Angka kuman sebanyak-banyaknya 100/cm dari permukaan alat yang diperiksa
b.      Angka kuman E Coli harus 0/cm2
2.      Pengambilan usapan kapas steril pada peralatan dilakukan segera setelah pencucian. Hal ini untuk menguji proses pencucian karena semakin lama akan semakin banyak terjadi pencemaran bakteri yang berasal dari udara dan akan memberikan penyimpangan lebih tinggi dari keadaan yang sebenarnya.
Berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/SK/VI/2011 tentang hygiene sanitasi jasa boga,  persyaratan tempat pencucian peralatan dan bahan makanan sebagai berikut :
1.  Tersedia  tempat  pencucian  peralatan,  jika  memungkinkan  terpisah  dari tempat pencucian bahan pangan.
2.  Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen.
3.  Pencucian bahan makanan  yang  tidak dimasak atau dimakan mentah harus dicuci  dengan menggunakan  larutan  Kalium  Permanganat    (KMnO4)  dengan konsentrasi  0,02%  selama  2 menit  atau  larutan  kaporit  dengan  konsentrasi 70%  selama  2 menit  atau  dicelupkan  ke  dalam  air mendidih  (suhu  80° C -100° C) selama 1 – 5 detik.
4.  Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari pencemaran serangga, tikus dan hewan lainnya.
B.     Tinjauan Umum Tentang Bakteri Pada Alat Makanan.

Dalam dunia mikrobiologi, dikenal beberapa istilah seperti inokulasi, kultur dan isolasi. Inokulasi adalah suatu usaha menumbuhkan mikroorganisme dari satu sumber ke media pertumbuhan steril. Biakan yang tumbuh disebut dengan kultur. Isolat adalah biakan murni dari mikroorgansime yang diharapkan berasal dari satu jenis, sedangkan isolasi adalah usaha untuk mendapatkan isolat. Tahapan sederhana dalam mengidentifikasi bakteri, yaitu:

1.      Menumbuhkan mikroorganisme dalam media sintetik cawan petri.

2.      Koloni yang tumbuh pada tahap 1 merupakan koloni campuran, sehingga perlu tahap lanjut.

3. Koloni yang benar-benar terpisah dari suatu kultur campuran dikarakterisasi tipe pertumbuhan (karakterisasi makroskopis) kemudian diisolasi murni pada media miring (slant agar) dalam tabung reaksi.
4.      Identifikasi dilanjutkan hingga tingkat mikroskopis berdasarkan sifat-sifat tertentu yang tercantum dalam Bergey`s Manual of Determinative Bacteriology.
Dalam mengembangbiakkan mikroorganisme, khususnya bakteri, alat-alat yang digunakan harus steril. Sterilisasi dilakukan dengan memanaskan seluruh alat, seperti cawan petri, ose, tabung reaksi, dll di dalam autoclave. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121oC, tekanan 1 atm dan dilakukan selama 15 menit. Ini dilakukan gar sel-sel vegetatif bakteri mati, sehingga dapat menurunkan resiko kontaminasi. Sterilisasi juga menjadi syarat utama untuk bekerja di laboratorium (Dwidjoseputro, 2005).


Beberapa bakteri koloni yang terdapat pada makanan yang dapat menyebabkan penyakit, yaitu (SNI 7388: 2009):



1.      Vibrio Parahemolitik
Vibrio parahemolicus adalah bakteri halofilik yang merupakan bakteri bentuk batang bengkok, garam negatif dan bergerak karena ada flagel pada satu kutubnya. Bakteri ini tidak membentuk spora, bersifat aerob atau fakultatif anaerob tidak dijumpai pada enterotiksin. Bakteri ini menetap di lingkungan lautan yang tenang dan dikenal menyebabkan gastroerileritis yang berhubungan dengan makanan.
2.      Staphylococcus
Keracunan staphylococcus merupakan gejala intoksikasi yang paling banyak dilaporkan di Amerika Serikat, dimana setiap tahunnya meliputi 20 % sampai 50 % dari seluruh keracunan yang disebabkan oleh makanan. Gejala keracunan ini disebabkan oleh tertelannya suatu toksin yang disebut enterotoksin yang mungkin terdapat di dalam makanan dan diproduksi oleh spesies dan strain tertentu dari bakteri staphylococcus. Toksin ini disebut enterotoksin karena dapat menyebabkan gastroentritis atau inflamasi pada saluran usus.
3.      Salmonella
Salmonella terdapat pada makanan dalam jumlah tinggi, tetapi tidak selalu menimbulkan perubahan dalam hal warna, bau, maupun rasa dari makanan tersebut. Semakin tinggi jumlah salmonella dalam makanan, semakin besar timbulnya gejala infeksi pada orang yang memakan makanan tersebut dan semakin cepat waku inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi.
Makanan yang sering terkontaminasi oleh salmonella yaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi serta susu dan hasil olahannya, es krim dan keju. Gejala awal nyeri kepala, muntah, gangguan pada perut waktu baung air besar, suhu tubuh tinggi disertai batuk kering.
4.      E. Coli Pathogen
E. Coli merupakan bakteri berbentuk batang pendek (kokobasil). Gram negative, ukuran 0,4 µm – 0,7 µm x 1,4 µm, dan beberapa strain mempunyai kapsul. Terdapat strain E. Coli yang patogen dan non patogen. E. Coli patogen banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal dan berperan dalam pencernaan pangan dengan menghasilkan vitamin K dari bahan yang belum dicerna dalam usus besar.
5.      Clostridium Perfringes
Clostridium pefringens adalah bakteri patogen invasif berbentuk batang, nonmotil, bersifat gram positif dan anaerob, serta mempunyai spora yang relatif stabil terhadap suhu panas. Sel vegetatifnya dapat rusak pada suhu 600C. Sel sebanyak 105 koloni/g memungkinkan terjadinya keracunan makanan. Ciri umum dari keracunan Clostridium pefringens adalah gejala kejang perut dan diare.



C.    Tinjauan Umum Tentang Metode Swab
Metode swab merupakan metode pengujian sanitasi yang dapat digunakan pada permukaan yang rata, bergelombang, atau permukaan yang sulit dijangkau seperti retakan, sudut dan celah. Swab tersusun dari tangkai atau gagang (panjang 12-15 cm) dengan kepala swab terbuat dari kapas (diameter 0,5 cm dan 2 cm). Pengambilan sampel pada permukaan dilakukan dengan cara mengusap permukaan alat yang akan di uji. Penggunaan metode swab ini biasanya digunakan untuk mengetahui jumlah mikroorganisme (per cm2) dan jumlah koliform (per cm2) pada permukaan yang kontak dengan pangan (harrigan, 1998 dalam Lukman & Soejoedono, 2009).
Peralatan makan yang kita gunakan harus bersih, agar kita terhindar dari kemungkinan penularan penyakit. oleh karena itu perlu dilakukan uji sanitasi alat makan. Uji sanitasi alat makan lazimnya menggunakan uji ALT (Angka Lempeng Total) untuk mengetahui jumlah kuman yang ada di alat makan tersebut.
Uji Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba pada suatu sampel. Angka Lempeng Total (ALT) menunjukkan jumlah mikroba dalam suatu produk. ALT secara umum tidak terkait dengan bahaya keamanan makanan, namun bermanfaat untuk menunjukkan kualitas, masa simpan, kontaminasi, dan status higiene/sanitasi selama proses produksi. Media plating (sumber energi) yang digunakan dalam pengujian ALT dapat mempengaruhi jumlah dan jenis bakteri yang diisolasi karena perbedaan persyaratan nutrisi dan garam pada tiap mikroba (SNI 7388:2009).
Cara perhitungan koloni pada metode cawan ini adalah dengan menggunakan Standard Plate Count (SPC) atau Angka Lempeng Total (ALT), caranya adalah sebagai berikut (Ericka, 2011).
  1. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yaitu angka pertama (satuan) dan angka kedua (desimal). Jika angka yang ketiga sama dengan atau lebih besar dari lima, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua.
  2. Jika pada semua pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni mikroba pada cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Oleh karena itu jumlah kuman pada pengenceran yang terendah yang diukur/dihitung. Selanjutnya hasil yang kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
  3. Jika pada semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada medium, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Oleh karena itu jumlah kuman pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan kemudian dikalikan dengan faktor pengencernya, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
  4. Jika digunakan dua cawan petri per pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu. Oleh karena itu harus dipilih tingkat pengenceran yang menghasilkan kuman diantara 30-300.
Adapun rumus perhitungan ALT adalah sebagai berikut :
 Jumlah kuman   = 

(10-3 -  kontrol) x 1000 + (10-4 -  kontrol) x 10.000
                                     Luas Penampang
=
 
=  . . . . . . koloni/gram


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
A.    Alat dan bahan
1.      Alat
a.       Plastik steril                                                           2 buah
b.      Inkubator                                                              1 unit
c.       Tabung reaksi                                                        4 buah
d.      Rak tabung reaksi                                                 1 buah
e.       Cawan Petri                                                          2 buah
f.       Pembakar Bunsen                                                 1 buah
g.      Korek Api                                                             1 buah
h.      Pipet ukur                                                              1 buah
i.        Bulp                                                                       1 buah
j.        Penggaris                                                               1 buah
k.      Colony counter                                                      1 unit
l.        Labu erlenmeyer                                                   1 buah
m.    Vortex mixer                                                          1 unit
n.      Gelas ukur                                                             1 buah
o.      Gelas Beker                                                           1 buah
p.      Gunting                                                                 1 buah
q.      Autoclave                                                              1 unit
2.      Bahan
a.       Sampel alat makan (Piring)                                   1 buah
b.      Larutan pepton                                                      90 ml
c.       NaCl steril                                                             9 ml/tabung
d.      Nutrient agar                                                         secukupnya
e.       Lidi kapas steril                                                   1 buah
f.       Alkohol                                                                 secukupnya    
g.      Akuades                                                                secukupnya
h.      Buffer (Putih telur)                                                secukupnya
i.        Tisu                                                                       secukupnya
j.        Kertas Label                                                          secukupnya
k.      Kapas                                                                    Secukupnya
B.     Waktu Dan Tempat Pengambilan Sampel
Waktu       :  Rabu 20 maret 2013 pukul 10.00 WITA
Tempat      :  Kantin Fakultas Kedokteran Gigi Unhas
C.    Prosedur Kerja
1.      Pengambilan Sampel
a.    Persiapkan sarung tangan yang steril untuk memulai mengambil sampel
b.   Alat makan/masak yang akan diperiksa masing-masing diambil 4-5 buah tiap jenis yang diambil secara acak dari tempat penyimpanan.
c.    Persiapkan catatan formulir pemeriksaan dengan membagi alat makan /masak dalam kelompok-kelompok.
d.   Persiapkan lidi kapas steril, kemudian buka tutup botol dan masukkan lidi kapas steril ke dalamnya.
e.    Lidi kapas steril dalam botol ditekan ke dinding botol untuk membuang airnya, kemudian diangkat dan di usapkan pada setiap alat-alat yang diusapkan sampai satu kelompok selesai diusap.
2.      Pembuatan Kontrol
a.    Disiapkan 1 buah cawan petri dan diberi label (kontrol).
b.   NaCl steril dipipet sebanyak 1 ml kedalam cawan petri dan di tambahkan nutrient agar. Kemudian di homogenkan dengan membentuk angka 8 di atas meja sebanyak 12 kali.
c.    Cawan petri (kontrol) yang telah dihomogenkan di diamkan sampai membeku.
d.   Setelah membeku, kontrol dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 34o C dengan posisi terbalik selama 1 x 24 jam.
3.      Pemeriksaan Sampel
f.       Tangan dan meja tempat praktikum disterilkan dengan menggunakan alkohol.
g.      Disiapkan 4 buah tabung reaksi yang berisi NaCl steril masing-masing sebanyak 9 ml. Kemudian tabung reaksi yang berisi NaCl steril diberi label 10-1, 10-2, 10-3, 10-4.
h.      Disiapkan 2 cawan petri untuk media pertumbuhan bakteri. Diberi label 10-3 dan 10-4.
i.        Disiapkan 1 pipet ukur steril yang telah dipasangkan bulp.
j.        Disiapkan larutan pepton sebanyak 90 ml pada gelas beker.
k.      Disiapkan plastik steril sebagai penampang, diukur menggunakan penggaris dengan ukuran 5 x 10 cm.
l.        Bagian tengah plastik steril yang telah diukur, kemudian digunting dan diletakkan pada permukaan piring.
m.    Bagian permukaan piring dengan luas penampang 5 x 10 cm, diusap menggunakan lidi kapas yang telah dilumuri dengan  buffer (putih telur).
n.      Lidi kapas dimasukkan ke dalam gelas beker yang berisi larutan pepton. Kemudian lidi kapas dipatahkan agar tidak melebihi tinggi gelas beker dan ditutup dengan kapas. Setelah itu, didiamkan selama 15 menit.
o.      Setelah 15 menit, penutup kapas pada gelas beker yang berisi lidi kapas
p.      dan larutan pepton di buka.
q.      Dimasukkan 1 ml larutan pepton yang berisi lidi kapas  kedalam tabung pengenceran pertama (10-1) dengan menggunakan pipet ukur, lalu dihomogenkan dengan vortex mixer selama ± 1 menit.
r.        Dari tabung pengenceran pertama (10-1), diambil 1 ml sampel dan dimasukkan kedalam tabung pengenceran kedua (10-2), lalu dihomogenkan dengan vortex mixer selama ± 1 menit.
s.       Dari tabung pengenceran kedua (10-2), diambil lagi sebanyak 1 ml sampel dan dimasukkan kedalam tabung pengencer ketiga (10-3), lalu dihomogenkan  dengan vortex mixer selama ± 1 menit.
t.        Diambil sebanyak 1 ml sampel dari tabung pengenceran ketiga (10-3) dan dimasukkan kedalam tabung pengenceran terakhir (10-4), lalu dihomogenkan dengan vortex mixer selama ± 1 menit.
u.      Dimasukkan 1 ml sampel dari tabung pengenceran ketiga (10-3) dan keempat (10-4) berturut-turut kedalam cawan petri yang berlabel 10-3 dan 10-4 , lalu dituangkan nutrient agar secukupnya, kemudian masing-masing sampel dihomogenkan dengan membentuk angka 8 sebanyak 12 kali. Sampel didiamkan hingga membeku selama ± 10 menit.
v.      Kedua cawan petri (10-3 dan 10-4) yang telah membeku, dimasukkan kedalam inkubator selama 1 x 24 jam pada suhu 34˚C.
w.    Setelah 1 x 24 jam, cawan petri dikeluarkan dari dalam inkubator. Bakteri yang tampak pada cawan petri kemudian dihitung dengan menggunakan colony counter.
4.      Penghitungan jumlah bakteri
Setelah sampel diinkubasi selama 24 jam pada suhu 34°C, sampel dikeluarkan dari inkubator. Kemudian dihitung jumlah koloni bakeri (berupa bercak  atau titik-titik bulat berwarna putih) yang terdapat dalam cawan petri dengan alat colony counter. Untuk jumlah kuman masukkan kedalam rumus :
      (10-3 – kontrol) x 1.000 + (10-4 – kontrol) x 10.000
Jumlah Kuman  =
                                                                          luas penampang

                                     =  . . . . . . koloni/cm2.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
Berdasarkan pemeriksaan jumlah kuman pada alat makan (piring) di kantin Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin yang telah dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, terlihat bahwa pada setiap cawan tersebut terdapat koloni bakteri dengan jumlah koloni pada cawan petri control sebanyak 12 koloni, cawan petri pengenceran 10-3 sebanyak 23 koloni dan pada cawan petri pengenceran 10-4 sebanyak 19 koloni. Adapun jumlah koloni bakteri berdasarkan luas penampang alat makan (piring) atau setiap 1 cm2 alat makan adalah sebagai berikut  :
    (10-3 – kontrol) x 1.000 + (10-4 – kontrol) x 10.000
Jumlah Koloni       =
                                                            luas penampang

    (23 – 12) x 1.000 + (19 - 12) x 10.000
                                    =                     
                                                                5 x 10
    11.000 + 70.000
=
                 50
     81.000
=                       =  1.620 koloni/cm2
          50
Jadi, jumlah kuman per setiap 1 cm2 permukaan adalah 1.620 koloni.



B.     Pembahasan
Pemeriksaan kuman pada alat makanan dengan sampel berupa piring dengan menggunakan metode percobaan yaitu metode swab dilakukan dengan cara di usap dengan menggunakan lidi kapas steril yang telah dilumuri buffer (putih telur) dengan tujuan untuk membasahi lidi kapas sehingga, mikroorganisme bisa melekat pada lidi kapas steril tersebut.  
         Alat makan (piring) yang akan diusap, terlebih dahulu diukur  luas penampangnya menggunakan plastik steril dengan luas 5 x 10 cm2. Penentuan ukuran luas penampang karena permukaan piring terlalu luas untuk diusap secara keseluruhan. Selanjutnya lidi kapas yang telah diusap sebanyak 3 kali pada permukaan alat makan (piring), dimasukkan kedalam gelas beker yang berisi 90 ml larutan pepton yang berguna agar mikroba cepat tumbuh, karena mengandung banyak N2. Larutan pepton juga berfungsi untuk mempertahankan nilai pH tertentu agar tidak banyak berubah selama reaksi kimia berlangsung.  Lidi kapas steril didiamkan selama 15 menit dalam larutan pepton, sehingga memungkinkan mikroorganisme pada sampel tersebar merata dalam larutan pepton.
Pada percobaan ini, dilakukan pengenceran sampai 4 (empat) kali yaitu pengenceran 10-1 sampai 10-4,  yaitu suatu sampel dari suatu suspensi yang berupa campuran diencerkan dalam suatu tabung tersendiri secara berkelanjutan dari suatu tabung ke tabung lain sampai pada pengenceran keempat. Dengan tujuan untuk menurunkan jumlah bakteri sehingga pada pengenceran terakhir akan didapatkan jumlah koloni yang lebih sedikit dan mudah diketahui jumlahnya (Sudarsono, 2008).
Pemeriksaan kuman hanya pada pengenceran ketiga (10-3) dan keempat   (10-4). Metode ini umumnya dilakukan pada mikroba yang dapat membentuk koloni yang mudah terpisah pada media padat seperti kebanyakan bakteri, khamir, jamur, dan alga uniseluler (Hadioetomo, 1985 dalam Sudarsono, 2008).
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil pada pengenceran ketiga (10-3) dan keempat (10-4) berturut-turut adalah 23 koloni/cm2 dan 19 koloni/cm2.  Hasil  yang berbeda pada kedua media cawan dengan pengenceran, maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pengenceran yang dilakukan, semakin sedikit mikroba yang tumbuh dalam media. Untuk medium kontrol yang berfungsi untuk mengetahui kondisi awal lingkungan pemeriksaan dengan memasukkan 1 ml NaCl ke dalam cawan petri dan dituangkan nutrient agar, lalu dihomogenkan dengan membentuk angka 8 sebanyak 12 kali pada medium datar.
Dari hasil perhitungan untuk kontrol didapatkan 12 koloni/cm2.  Hal ini menandakan bahwa kondisi awal lingkungan mengandung mikroba sebanyak 12 koloni/cm2 permukaan. Meskipun pada dasarnya, hasil pemeriksaan untuk kontrol idealnya 0 (nol) koloni/cm2, akan tetapi nilai ini boleh jadi karena ada kontaminasi dari praktikan ataupun lingkungan dilakukannya pemeriksaan, termasuk alat yang digunakan pada saat praktikum. Dengan catatan bahwa nilai dari kontrol harus lebih kecil dari nilai pada pemeriksaan media biakan mikroba.
Dilakukan pula beberapa perlakuan, seperti plambir sebelum dan setelah alat digunakan ataupun selalu dekat dengan pembakar bunsen pada saat bekerja dengan tujuan menghindari kontaminasi bakteri, selain dari bakteri yang dibiakkan. Kemudian larutan dihomogenkan dengan vortex mixer agar pada larutan tercampur dengan rata. Setelah dilakukan pengenceran, diambil 1 ml sampel pada pengenceran 10-3  dan 10-4 , lalu dituangkan pada cawan petri (10-3  dan 10-4) kemudian dituangkan nutrient agar keseluruh permukaan cawan, nutrient agar berguna untuk memudahkan dalam menghitung jumlah koloni yang terbentuk.
Pertumbuhan bakteri pada medium agar pada umumnya berbentuk koloni, berupa lender berwarna putih dan mengkilap. Setelah membeku, cawan petri selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator selama 1 x 24 jam dengan keadaan terbalik. Waktu ini adalah masa yang dibutuhkan bagi sel untuk membelah diri yang dikenal sebagai waktu generasi. Suhu yang digunakan selama inkubasi yaitu 34˚ C dan bakteri yang dapat tumbuh pada suhu ini adalah bakteri jenis mesofil dengan suhu minimum 10-20˚ C, optimum 20-40˚ C, dan maksimum 40-45˚ C. Dalam menghitung jumlah koloni, digunakan alat colony counter yang memudahkan perhitungan koloni bakteri yang sulit diamati dengan penglihatan langsung.
Hasil perhitungan dengan metode Angka Lempeng Total (ALT), diperoleh jumlah kuman pada alat makan (piring) kantin Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin sebanyak 1.620 koloni/cm2. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, bahwa alat makan (piring) tidak boleh mengandung bakteri lebih dari 0 koloni/cm2.  Maka dapat dilihat bahwa sampel alat makan (piring) yang  diteliti  dapat  dikatakan tidak  sehat  dan  tidak  layak  untuk  digunakan  oleh masyarakat. 
Ada beberapa faktor yang menyebabkan keberadaan kuman (bakteri) pada alat makan (piring) di kantin Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, yaitu pedagang tidak melakukan proses pencucian dengan baik, seperti tidak tidak menggunakan bak pembilas unuk mencuci peralatan makan.
Menurut Anwar, 1990 dalam Pohan, 2009. Dalam buku studi sanitasi makanan dan minuman, bahwa keberadaan bak pembilas adalah sangat penting dalam proses pencucian peralatan makan. Adapun fungsi dari bak tersebut diantaranya adalah pertama harus terdapat bak yang berisi air hangat dan sabun/detergen, kedua harus ada terdapat bak pembilas yang berisi  air panas  (700 – 760o C), ketiga harus terdapat bak pembilas yang berfungsi sebagai desinfektan.
Kemungkinan juga penjamah kurang baik didalam proses pencucian peralatan yang langsung dibawah kran. Hal ini dikarenakan kebiasaan pedagang makanan menempatkan air pada wadah penampungan ember. Menurut pohan, 2009. Air yang digunakan berulang-ulang untuk proses pencucian peralatan makanan akan sangat mudah terkontaminasi bakteri yang menempel pada peralatan yang akan dicuci. Kondisi seperti ini tidak memenuhi syarat kesehatan higiene sanitasi jasaboga bahwa peralatan hendaknya langsung dicuci dibawah kran dengan air yang mengalir unuk menghindarkan adanya bakteri pada air yang digunakan tersebut.
Adapun faktor lain  yang menyebabkan keberadaan kuman (bakteri) pada alat makan (piring) di kantin Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, dapat pula dipengaruhi dari ketidaktelitian praktikan pada saat melalukan percobaan, termasuk pelaksanaan praktikum yang tidak sesuai prinsip kerja, dalam hal ini adalah kesalahan cara pengambilan sampel serta banyak berbicara pada saat melakukan praktikum.
Akibat kontaminasi bakteri terhadap alat akan mempengaruhi kesehatan meskipun pada dasarnya tidak berhubungan langsung dengan makanan akan tetapi, persyaratan higiene dan sanitasi makanan salah satunya ditentukan oleh peralatan makanan. Hasil identifikasi kontaminasi bakteri  patogen  pada alat makanan dan minuman menunjukkan bahwa  penyebab  kontaminasi  didominasi oleh  bakteri  Bacillus  cereus.  Bakteri  lain yang  ditemukan  dalam  jumlah  terbatas adalah  E.coli,  Staphilococcus  aureus  dan Jamur (Melatiwati, 2010).
Keterpaparan yang lebih jauh bisa akan menyebabkan terjadinya food and water borne disease. Oleh beberapa jenis bakteri yang dapat menyebabkan diare dan keracunan, bahkan sampai menyebabkan diare berdarah, yaitu Clostridium pefringens (SNI 7388:2009).


BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 1620 koloni/cm2 pada alat makan (piring) di kantin Fakultas Kedokteran Gigi Unhas. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, bahwa peralatan makanan tidak boleh mengandung bakteri lebih dari 0 koloni/cm2.  Hal ini berarti peralatan makanan (piring) yang berada di kantin Fakultas Kedokteran Gigi Unhas tidak memenuhi standar dan dapat  dikatakan tidak  sehat  dan  tidak  layak  untuk  digunakan oleh masyarakat.
B.     Saran
1.      Bagi masyarakat, agar selektif dalam memilih tempat makan, mengingat tidak diketahuinya mikroba yang terkandung dalam alat pengolahan makanan tersebut. Bagi pedagang makanan, agar menjaga kebersihan peralatan makanannya dalam menyajikan makanannya.
2.       Dilakukan penyuluhan kepada pedagang-pedagang makanan dalam proses pencucian peralatan makan. Proses pencucian peralatan makan di anggap memenuhi syarat sanitasi bila memiliki 3 (tiga) bak yaitu bak pertama disebut bak pencuci (wash), bak ke dua disebut bak pembilas (detergen), bak ke tiga di sebut bak pembilas terahir dengan desinfektan

DAFTAR PUSTAKA


Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC

Depkes RI, 2004. Hygiene sanitasi makanan dan minuman. Jakarta : Ditjen PPM dan PL.

Dwidjoseputro. 2005. Dasar-dasar mikrobiologi. Jakarta : Djambatan.

Ericka, D. 2011. Metode hitungan cawan. [online].  http://erickbio.wordpress.com/2011/07/02/metode-hitungan-cawan/. [Diakses pada tanggal 17 Maret 2013].

Lukman & Soejoedono. 2009. Uji sanitasi dengan metode RODAC. Penuntun praktikum hygiene pangan asal ternak. Bogor: Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Melatiwati, dkk. 2010. Survey kontaminasi bakteri patogen pada makanan dan minuman yang dijual di sekitar gedung perkantoran di Jakarta. Jakarta.

Menteri Kesehatan RI. 2011. Permenkes nomor 1096 tahun 2011 tentang persyaratan hygiene sanitasi jasaboga. Jakarta : Menteri Kesehatan RI

Pohan, 2009.  Pemeriksaan Escherichia Coli  Pada Usapan Peralatan Makan yang Digunakan Oleh Pedagang Makanan di Pasar Petisah  Medan [online] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14698/1/09E02756.pdf [diakses 21 maret 2013].
Slamet, J. 2009. Kesehatan lingkungan. Yogyakarta : Gadjah mada university press.

Sudarsono, A. 2008. Isolasi dan karakterisasi bakteri pada ikan laut dalam spesies ikan gindara (lepidocibium flavobronneum). Skripsi. Teknologi Hasil Perikanan. Bogor.

Standar Nasional Indonesia 7338. 2009. Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan. Bogor : Badan Standar Nasional.